top of page
  • Pheseline Felim

Persiapan Super Mepet ke Australia


Disclaimer:

Untuk yang belum tahu apa itu Australia Awards di Indonesia (AAI), bisa cek website nya langsung ya. Aku cuma bahas sedikit-sedikit mengenai pendaftaran AAS.

So... artikel ini sebenarnya artikel ke-3 tentang AAS. Sebelumnya aku bahas mengenai pengalamankau daftar AAS dan kenapa beasiswa AAS worth it untuk didapatkan. Yang belum baca, monggo dibaca dulu biar nyambung sama ceritaku yang ini. Kali ini aku mau cerita proses persiapanku berangkat ke Melbourne, Australia.

Let's Start!

Walaupun PDT sudah selesai, aku masih belum tenang karena aku belum dapat Letter of Acceptance (LoA) dari kampus yang aku pilih. Tahun itu entah kenapa Monash University agak lambat memberikan LoA. Aku sampai konfirmasi beberapa kali ke pihak AAI karena saat itu sudah pertengahan November, sedangkan aku harus tiba di Australia tanggal 2 Januari 2020 karena Introductory Academic Program (IAP) di Monash College dimulai tanggal 6 Januari 2020. Akhirnya tanggal 13 November 2019, aku dapat email konfirmasi dari tim AAI bahwa aku mendapatkan Unconditional Offer dari Monash University; artinya semua syarat pendaftaran sudah terpenuhi. Legah dan senang banget.

Next, visaku langsung diproses oleh tim AAI setelah aku mengumpulkan scan pasporku. Bagian ini lumayan complicated. Pasporku akan expired bulan Desember 2020, dan aku ingin menghindari pengurusan perpanjangan paspor di luar negeri karena takut ribet. Jadilah aku datang ke kantor imigrasi Jakarta Selatan, mereka bilang aku belum bisa perpanjang paspor karena masa berlakunya masih lebih dari setahun. Kalau mau tetap perpanjang harus perpanjang e-passport yang prosesnya dua kali lebih lama dari paspor biasa (14 hari kerja). Sudah pasti nggak keburu. Setelah konsultasi dengan PIC pengurus visa dari di tim AAI, akhirnya aku tetap menggunakan paspor lama untuk pembuatan visa. Nantinya aku bisa ganti nomor paspor dengan durasi satu hari kerja. Tapi ternyata proses penerbitan visaku lebih lama dari yang diinfokan. Visaku baru terbit setelah 11 hari kerja aku memberikan scan pasporku: dari tanggal 28 November hingga 16 Desember 2019. Begitu aku mendapatkan visaku, aku langsung mengurus perpanjangan paspor. Akhirnya aku mendapatkan paspor baruku tanggal 26 Desember dan aku langsung mengirimkaan file scannya ke tim AAI. Tapi kantor AAI masih libur dan baru aktif lagi tanggal 30 Desember, sehingga mereka baru bisa meng-update nomor paspor di visaku tanggal 31 Desember. Intinya, aku baru mendapatkan visa finalku di H-1 keberangkatanku ke Australia...

Kalau aku bisa flashback persiapan keberangkatanku ke Melbourne, aku menyimpulkannya dengan dua kata, roller coaster. Beberapa waktu aku excited, tapi tiba-tiba aku panik, gelisah, dan sedih. Kira-kira begini kronologi momen yang gak akan aku lupakan:

  1. Persiapanku super mepet. Disaat semua teman-teman lain yang mendaftar di universitas lain sudah mendapatkan LoA bahkan saat PDT berlangsung, aku dan teman-teman Monash lainnya baru dapat LoA pertengahan November. Dan kami adalah rombongan paling awal berangkat ke Australia karena jadwal IAPnya paling awal. Sebagian besar dari kami harus merayakan tahun baru di bandara dan di pesawat.

  2. Menurut peraturan yang sudah ditetapkan, aku harus berangkat dari Jakarta (karena KTP berdomisili di Jabodetabek). Aku mengajukan permohonan ke tim AAI untuk mengubah kota keberangkatanku, karena aku seharusnya mempunyai jadwal liburan ke Bali dari 30 Desember 2019 – 6 Januari 2020 untuk merayakan tahun baru dan ulang tahun mamaku. Liburan ini sudah direncakanan dari awal tahun 2019. Jadi semua tiket pesawat dan penginapan akan hangus jika aku berangkat dari Jakarta, karena papa & mamaku bersih keras untuk mengantarku sampai di Bandara. Setelah mengirimkan surat permohonan resmi ke tim AAI, akhirnya aku diperbolehkan berangkat dari Bali setelah menunggu keputusan lebih dari 2 minggu. Aku senang sekali, setidaknya aku bisa ikut liburan keluarga 2 hari dan biaya yang hangus hanya tiket pesawat pulangku ke Jakarta.

  3. Mencari akomodasi lumayan susah dan gambling. Kita hanya bisa melihat foto-foto rumah dan kamar sehingga sangat mungkin jika kita tidak nyaman tinggal di rumah itu nantinya. Aku mencari dari beberapa website seperti flatmates.com.au, domain, AllHomes, dan broadcast-broadcast dari alumni. Untungnya, teman atasanku dengan baik hati mau membantuku untuk melakukan survei langsung (inspection) dari satu rumah ke rumah lainnya dan memberikan untukku. Beliau memberikan deskripsi detail tentang rumah dan kamar yang dia kunjungi, sampai memberikan masukkan mengenai landlord dan housemate jika memungkinkan. Aku sangat bersyukur atas kebaikan dia karena dia benar-benar mau meluangkan beberapa hari untuk membantuku, bahkan melakukan follow up. Setelah dua minggu proses pencarian, akhirnya aku memtuskan untuk tinggal sementara di dekat kampus Clayton, tempat IAP diadakan.

  4. Selama persiapan yang super mepet itu, papaku drop dan harus bolak balik rumah sakit. Lumayan parah karena karena kondisi jantung dan ginjal papa drop. Sempat masuk UGD juga. Aku benar-benar sedih dan khawatir sampai aku berpikir untuk menunda keberangkatanku sampai papa benar-benar sehat. Tapi setelah beberapa kali cek dokter dan minum obat rutin, papa menunjukkan tanda positif. Sedikit legah walaupun sampai sekarang aku masih khawatir dan terus memantau kondisi papa melalui mama dan kakak-kakakku.

  5. Packing yang penuh emosional. Entah kenapa semalam sebelum aku dan keluargaku berangkat ke Bali, aku packing sambil menangis. Mungkin karena packingku tidak selesai-selesai dan masih banyak pikiran dalam otakku. Bagaimana aku bisa tinggal jauh dari keluargaku dalam waktu yang lama? Apakah papa akan baik-baik aja? Bagaimana aku hidup nanti di sana? Apa keputusanku melanjutkan S2 sekarang sudah benar? Papa dan mamaku ikutan sedih dan akhirnya membantuku packing sampai larut malam.

  6. H-1 sebelum keberangkatanku, urusan visaku belum selesai. Aku baru dapat visa ter-update tanggal 31 Desember siang, dan saat itu juga aku cari tempat printing supaya aku punya dokumennya.

  7. Pada malam tahun baru, aku merayakan ulang tahun kakak (29 Desember) dan mamaku (2 Januari). Harusnya malam itu aku bahagia seperti setiap saat aku merayakan ulang tahun bersama keluarga, tapi aku malah nangis dan sedih karena itu juga malam perpisahan kami. Masih dalam pikiranku, “Nanti aku akan merayakan ulang tahun sendiri tanpa keluargaku”; “Nanti aku akan merayakan imlek sendiri”; “Bagaimana kesehatan papa nanti”.

  8. Pesawatku delay 2 jam, tapi aku senang sekali karena aku masih bisa kumpul dengan keluargaku lebih lama. Kami berpisah dengan tangisan. Perjalanan dari Bali ke Australia memakan waktu sekitar 5 jam, dan sejam pertama aku hanya menangis. (Sepertinya aku memang cengeng hahaha)

Tuhan memang tidak pernah tidur dan super baik. Dia menguatkanku lewat doa-doa yang aku sampaikan. Tuhan menyertaiku dan membimbingku sehingga aku kuat dan bisa sampai di Melbourne dengan selamat. Aku tiba di Melbourne sekitar pukul 7 pagi waktu setempat. Aku dijemput oleh perwakilan mitra transportasi Monash University. Ibu yang menjemputku menyambut dengan hangat dan kami ngobrol sepanjang perjalanan kami ke akomodasi sementaraku.

Tapi hari pertamaku nyatanya tidak berjalan dengan mulus. Hari itu aku datang bulan, perut lumayan keram tapi untungnya tidak parah. Kamarku terkunci dari dalam saat aku sedang keluar kamar untuk keliling rumah. Aku tidak bisa menghubungi landlord karena mereka sedang liburan. Aku dan salah satu housemate membantuku untuk membukanya dengan modal hairpin dan tutorial YouTube. Tapi tidak berhasil. Akhirnya aku menghubungi teman atasanku untuk membantuku mencari solusi. Dia memanggil tukang kunci (locksmith) dan aku harus mengeluarkan $150 (kurang lebih 1,4 juta rupiah) di hari pertamaku. Sedih tapi tetap harus bersyukur, setidaknya aku tidak perlu di luar kamar di hari pertamaku. Tidak sampai di situ, kamar yang aku tempati ternyata belum sepenuhnya dibersihkan. Meja dan rak masih berdebu jadi aku harus membersihkannya terlebih dahulu. Aku juga tidak menemukan sprei dan selimut seperti yang dijanjikan oleh landlord. Cuaca malam itu sangat dingin (sebagai orang Indonesia yang merasakan suhu 16 derajat tanpa AC lumayan menderita), dan aku cuma bisa menyelimuti badanku dengan jaket yang aku bawa dan selimut kecil hadiah dari teman kantorku. Dingin banget. Aku tidur dengan kondisi seperti itu selama 2 malam, sampai akhirnya landlord datang ke rumah, menyambutku, dan memberikan sarung kasur dan selimut. Thanks God!

Semenjak hari itu, semuanya berjalan cukup lancar dan menyenangkan. Tinggal di Melbourne tidak begitu buruk. Semoga akan semakin lancar saat nanti aku masuk kuliah.

Sekian dulu ceritaku tentang AAS.

Aku akan share terus pengalamanku selama tinggal di Melbourne yang semoga bermanfaat buat kalian hehehe :)

 

Kalian pengen aku cerita apa lagi?

Comment yuk!

132 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page